Ahad Kliwon sore itu, Masjid Al-Huda di Dusun Mawatsari, Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun, tampak lebih ramai dari biasanya. Sejak menjelang zuhur, satu per satu jamaah mulai berdatangan. Ada yang datang dengan sepeda motor, ada pula yang menumpang mobil bak terbuka bersama rombongan, bahkan ada yang berjalan kaki dari desa tetangga. Mereka semua menuju ke masjid sederhana yang menjadi pusat baiatan Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Suasana terasa khusyuk. Di serambi masjid, jamaah laki-laki duduk bersila sambil melantunkan zikir pelan, sementara jamaah perempuan memenuhi bagian belakang masjid. Suara anak-anak kecil sesekali terdengar, tapi tidak mengganggu keheningan yang tercipta. Menjelang waktu asar, halaman masjid sudah penuh.
Di tengah suasana yang sakral itu, Kiai Ali Barqul Abid, mursyid thoriqoh yang kharismatik, naik ke mimbar kayu sederhana. Dengan sorot mata teduh, beliau mengajak jamaah menundukkan kepala, memanjatkan doa untuk negeri.
"Semoga Allah menjauhkan bangsa ini dari fitnah, permusuhan, dan perpecahan. Semoga kesedihan dan kerusuhan segera berlalu. Semoga rakyat Indonesia diberi kemudahan dalam usaha, pekerjaan, dan ibadah. Sebab hanya dalam negara yang damai, semua ini bisa terwujud," ucap Kiai Ali, suaranya mengalun lembut namun penuh wibawa.
Serentak, ratusan jamaah yang memadati masjid mengangkat tangan. Suara “amin” bergema, mengalun panjang, membaur dengan suara burung yang kembali ke sarang. Suasana hening, seolah waktu berhenti sejenak.
Baiatan thoriqoh ini bukan hanya ritual keagamaan. Di Madiun, kegiatan ini menjadi ruang silaturahmi, tempat bertemu dan berbagi ketenangan. Setiap Ahad Kliwon, acara serupa digelar bergiliran di berbagai masjid di kabupaten ini.
“Kalau di sini, rasanya adem. Hati jadi tenang,” kata Sulastri (47), seorang pedagang sayur dari Desa Kare yang rutin hadir setiap bulan. Baginya, doa-doa yang dipanjatkan Kiai Ali adalah pengingat bahwa ketenangan batin hanya bisa didapat dari hati yang bersih.
Kiai Ali tidak hanya berbicara soal doa, tetapi juga tentang bagaimana thoriqoh mengajarkan jamaahnya untuk menundukkan ego.
"Berthoriqoh itu bukan sekadar ikut zikir. Intinya adalah menahan nafsu, menahan amarah, menahan perasaan paling benar. Kita diajarkan untuk berpikir panjang dan tidak asal ikut-ikutan. Semua harus diawali dari hati yang bersih," ucapnya.
Beberapa jamaah yang duduk di saf depan tampak menitikkan air mata mendengar wejangan tersebut. Salah satunya, Arifin (32), seorang perajin gamelan dari Dagangan.
"Saya datang bukan hanya untuk dzikir, tapi juga untuk belajar sabar. Dunia sekarang ini banyak godaan. Lewat thoriqoh, saya merasa dibimbing untuk tetap tenang," ujarnya lirih.
Di sela-sela pengajian, Kiai Ali mengingatkan pentingnya menjaga harmoni di tengah masyarakat. Menurutnya, doa dan zikir harus berjalan seiring dengan tindakan nyata.
"Kalau kita bisa menjaga diri dari perbuatan yang tidak diridhai Allah, menjaga keluarga kita, menjaga lingkungan, insya Allah negara ini pun akan terjaga," tegasnya.
Baiatan sore itu berlangsung hingga menjelang magrib. Setelah doa penutup, jamaah bergantian menyalami Kiai Ali. Wajah-wajah lelah akibat perjalanan jauh berubah menjadi senyum lega. Di halaman masjid, aroma kopi dan gorengan yang dijajakan pedagang kaki lima menambah kehangatan suasana.
Di balik kesederhanaannya, baiatan ini memiliki makna yang dalam bagi masyarakat. Ia bukan sekadar kegiatan keagamaan, melainkan perekat sosial yang menjaga harmoni di tengah zaman yang serba cepat dan penuh tantangan.
“Kalau hati tenang, kita bisa bekerja lebih ikhlas. Kalau negeri ini damai, semua orang akan mudah berusaha dan beribadah,” ujar Mulyono (55), seorang petani yang datang bersama rombongan dari Desa Durenan.
Di penghujung acara, selepas jamaah asyar, menutup rangkaian baiatan. Jamaah kembali ke rumah masing-masing, membawa ketenangan dan harapan baru. Di langit Madiun yang mulai temaram, doa Kiai Ali seolah masih menggantung, mengiringi langkah mereka pulang:
"Semoga Allah segera menata sebaik-baiknya negeri ini, menjadi Indonesia yang makmur, damai, dan dirahmati."
--- Banjarsari Kulon)
Posting Komentar untuk "Doa untuk Negeri di Tengah Baiatan Thoriqoh"