Jangan Mati Dulu Sebelum Bermakrifat

Kiai Ali Barqul Abid, Gus Ali
Masjid kecil di Semanding, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, malam itu tampak tak seperti biasanya. Suara pelan dzikir menggema dari ruang utama, menyambut langkah-langkah para jamaah muda yang datang dengan wajah teduh. Mereka duduk bersila, sebagian bersandar, sebagian lainnya merunduk khusyuk. Baiatan Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah an-Nahdliyah sedang berlangsung, sebuah momen sakral yang tak hanya menandai keikutsertaan dalam jalan spiritual, tetapi juga awal perjalanan menuju makrifatullah—pengenalan hakiki kepada Sang Pencipta.

Di hadapan mereka, Kiai Ali Barqul Abid berbicara lembut namun dalam, mengutip Surat Al-Isra’: “Barang siapa yang buta di dunia, maka di akhirat pun akan tetap buta.” Buta yang dimaksud bukan semata mata fisik, tapi buta batin. Hijab—tabir penghalang antara manusia dan Allah—bisa berupa dosa, kelalaian, kesombongan, dan nafsu duniawi yang mengendap dalam hati.

“Maka bersihkan sebelum mati,” kata beliau sambil tersenyum. “Jangan keburu mati sebelum makrifat kepada Gusti Allah.”

Baiatan bukanlah akhir, melainkan permulaan. Dalam thariqah, para murid dilatih untuk terus menyebut nama Allah, berdzikir dalam irama batin yang jernih, mengikuti tuntunan sang mursyid yang telah terlebih dahulu menempuh jalan ini. Dzikir bukan hanya lisan, melainkan upaya menyucikan hati dan membiasakan diri hadir di hadapan Tuhan. Dalam proses itu, hijab-hijab itu perlahan tersingkap, dan cahaya makrifat mulai menyelinap ke dalam relung jiwa.

Kiai Ali menyampaikan dengan penuh cinta dan candaan, “Jangan mati dulu, sebelum kamu benar-benar mencintai Allah.” Sebuah sindiran halus namun dalam kepada generasi muda yang hari itu memenuhi masjid. Bagi beliau, cinta kepada Allah bukan slogan, tapi jalan hidup yang ditempuh dengan kesadaran, latihan, dan bimbingan.

Pesan itu sederhana tapi menghunjam: Jangan menunggu usia senja untuk memulai perjalanan rohani. Jangan tunggu ajal datang baru ingin dekat dengan Tuhan. Jalan spiritual bukan untuk mereka yang sudah lelah oleh dunia, tapi justru harus dimulai saat gairah hidup masih menyala—saat hati masih bisa dilatih, dan ruh masih kuat menerima cahaya.

Dalam thariqah, para wali dan kekasih Allah diyakini tetap hidup dalam keluhuran ruhani mereka. Mereka yang bersih dari hijab mampu hadir meski jasad telah terkubur. Ruh-ruh semacam itu, kata Kiai Ali, bisa ditemui dan bahkan masih menyinari dunia dalam keheningan malam, dalam kekhusyukan dzikir, dan dalam ketulusan hati.

Maka sekali lagi, jangan mati dulu. Jangan mati sebelum engkau benar-benar mengenal Allah, sebelum engkau mencintai-Nya dengan tulus. Karena hanya dengan makrifat, kematian menjadi pintu, bukan penghalang. Dan hidup, menjadi ladang kasih untuk menuai perjumpaan dengan-Nya kelak.


--- Semanding Jenangan Ponorogo)

Posting Komentar untuk "Jangan Mati Dulu Sebelum Bermakrifat"