Dalam kesunyian malam Senin Kliwon (1 Juni 2025), jemaah memadati Masjid Tegalsari. Suara lirih baiat Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah menggema, diiringi wejangan Kyai Ali Barqul Abid yang menusuk kalbu:
"Qadar, jika itu milikmu, maka akan menemukanmu.Sabar, apa yang tertulis untukmu, pasti menjadi milikmu..."
Pesan sederhana ini, ternyata menyimpan falsafah hidup yang menjadi penawar kegelisahan zaman.
Bumi yang Tenang dan Manusia yang BerisikKyai Ali mengutip QS Al-Baqarah:316:
"Bumi itu tenang, yang berisik adalah orang-orang yang tidak mencintai takdir-Nya." .
Dalam pandangan tasawuf, "
kebisingan" bukan sekadar suara fisik, melainkan kegaduhan batin—protes atas takdir, kegelisahan akan masa depan, dan sikap tak percaya pada skenario Ilahi. Umar bin Khattab pernah mengingatkan: "Tidak ada kekhawatiran yang dapat mengubah masa depan. Tenanglah, hasil semua urusan ditentukan takdir Tuhan" . Di era digital ini, di mana kecemasan menjadi epidemi global, pesan ini adalah oase ketenangan.
Empat Pilar Penghamba yang Hakiki
Qadar: Kepasrahan Aktif
Qadar bukan fatalisme pasif. Ia adalah keyakinan bahwa apa yang ditakdirkan untuk seseorang tidak akan luput, seiring usaha maksimal. Kyai Ali menegaskan: "Tidak akan Allah halangi jika sesuatu itu pantas untukmu" . Ini selaras dengan janji Allah dalam QS Al-Mu’min:60: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan" .
Sabar: Seni Menanti dengan Makna
Sabar di sini bukan sekadar diam, tapi dynamic waiting—kerja ikhlas tanpa mematok hasil. Kyai Ali mengutip Ibnu Athaillah: "Jangan meminta balasan sebelum bekerja. Itu tanda tak percaya pada janji Allah" . Ini mengingatkan pada QS An-Nahl:97: "Barangsiapa beramal saleh, Kami beri kehidupan yang baik"
Tawakal: Melepaskan Keinginan Mengontrol
Jika sesuatu ditakdirkan untukmu, sampai kapanpun tak jadi milik orang lain" . Tawakal adalah keberanian melepas ilusi kontrol. Umar bin Khattab menyiratkannya dalam quotes-nya: "Apa yang melewatkanku bukan takdirku, apa yang ditakdirkan untukku takkan melewatkanku"
Iman: Percaya di Balik Kabut
"Iman adalah percaya sepenuhnya kepada Allah, bahkan saat tak memahami rencana-Nya". Ini esensi dari QS Ali Imran:57: "Allah menyempurnakan pahala orang yang beriman"
Antara Transaksi dan Ikhlas: Bahaya Spiritualitas Pasar
Kyai Ali mengkritik kecenderungan modern yang mengubah ibadah menjadi transaksi: "Menanyakan upah sebelum bekerja adalah kecurigaan pada Allah" . Ini relevan dengan budaya instant reward zaman now, di mana doa diukur cepat-lambatnya dikabulkan. Padahal, Allah menjamin balasan seimbang: "Bersyukurlah, niscaya Aku tambah nikmatmu" (QS Ibrahim:7) .
Tegalsari: Laboratorium Spiritual di Tengah Turbulensi Zaman
Ritual baiat Ahad malam Senin Kliwon di Masjid Tegalsari bukan sekadar tradisi. Ia adalah ruang reset batin—tempaan untuk mengubah "kebisingan" jadi keheningan produktif. Di sini, konsep "mudahkan urusan orang lain, biar Tuhan mudahkan urusanmu" dipraktikkan nyata melalui kerja sosial thoriqoh.
Pesan Kyai Ali adalah tamparan halus bagi manusia modern yang terjebak dalam overthinking. Saat dunia sibuk menjerit "Rezeki harus direbut!", Tegalsari berbisik: "Yang ditakdirkan untukmu tak perlu direbut".
Di tengah gemuruh kapitalisme spiritual, mungkin yang kita butuhkan justru diam—seperti bumi yang tenang—dan percaya: jika sesuatu pantas untuk kita, langit pun akan merapat.
"Dari begitu banyak sahabat, tak kutemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Aku merenungkan segala bentuk amal, namun tak ada yang lebih baik daripada nasihat tulus."—Umar bin Khattab .
---
*Tulisan ini terinspirasi oleh Baiat Ahad malem Senin Kliwon di Masjid Tegalsari Ponorogo, 1 Juni 2025.
Posting Komentar untuk "Qadar, Sabar, Tawakal, dan Iman: Pesan Abadi dari Tegalsari untuk Manusia Gelisah"