Di tengah gempuran teknologi yang kerap diwarnai kecurigaan, kisah Kyai Ali Barqul Abid (Gus Ali) pengasuhi Pondok Pesantren Manba'ul Adhim, Bagbogo, Tanjunganom, Nganjuk, mengingatkan kita pada kekuatan prasangka baik dan kejutan kemanusiaan yang tak terduga. Pagi itu, status WhatsApp Gus Ali (nomor sementara) hanya berisi ucapan terima kasih kepada "orang-orang baik". Namun, di balik kalimat sederhana itu tersimpan cerita tentang kehilangan, kebingungan, dan akhirnya keajaiban solidaritas.
Kehilangan yang Membuka Pintu Kebaikan
Kemarin pagi, tiba-tiba akses Gus Ali terhadap WhatsApp-nya hilang. Nomor yang selama ini menjadi sarana komunikasi penting bagi pesantrennya beralih kepemilikan. Rumor pun merebak: nomor itu diduga diretas. Padahal, penyebabnya lebih sederhana: kartu seluler Gus Ali memasuki masa tenggang dan tidak diisi ulang karena kebiasaannya mengandalkan Wi-Fi. Tanpa disadari, operator seluler mengaktifkan kembali nomor tersebut dan menjualnya ke tangan baru di Ambon, Maluku.
Ketika pemilik baru—seorang ibu yang baru membeli kartu perdana untuk anaknya—mendapat pesan dari kami, ia awalnya kebingungan. Namun, dengan transparansi, kami menjelaskan situasi dan memohon bantuan. Bukti pembelian, kwitansi, dan kartu fisik yang masih baru pun ditunjukkannya. Di sini, prinsip husnudzon (berprasangka baik) yang diajarkan Gus Ali menjadi kunci: tidak ada tuduhan, hanya dialog yang juur.
Kesederhanaan yang Menyentuh Hati
Saat dimintai rekening untuk mengganti biaya kartu dan ongkos kirim, jawaban sang ibu justru menggetarkan:
“Kartunya tidak usah diganti, saya rdho iklas, saya yakin nomornya lebih berkah untuk kyai, sampaikan kepada kyai minta didoakan semoga kelurga saya bahagia, diberikan kemudahan dalam hidup, mempunyai anak-anak yang sholeh sholehah, yang patuh kepada kedua orang tua, sukses dunia akhirat, dimudahkan dalam berupaya rejeki…”.
Ia menolak dibayar, hanya meminta doa agar keluarganya diberi kesalehan, kebahagiaan, dan rezeki yang berkah. Tak ada transaksi materi, hanya pertukaran harapan dan kepercayaan.
Inilah esensi kemanusiaan yang kerap terlupa di era digital: teknologi boleh menghubungkan nomor, tetapi nurani yang tuluslah yang menyatukan hati. Ibu dari Ambon itu tidak hanya mengembalikan nomor, tetapi juga mengajarkan bahwa kebaikan tak selalu perlu dihitung dengan rupiah.
Pelajaran dari Pesantren: Husnudzon sebagai Fondasi
Gus Ali dan santri-santrinya tidak panik meski dihadapkan pada rumor “peretasan”. Mereka memilih langkah sistematis: verifikasi, komunikasi, dan negosiasi. Ini mencerminkan ajaran pesantren yang menekankan kebijaksanaan dan ketenangan dalam menyikapi masalah. Prinsip husnudzon tidak hanya berlaku pada Sang Pencipta, tetapi juga pada sesama manusia—bahkan pada orang asing yang tak pernah mereka temui.
Teknologi dan Nilai Luhur: Dua Sisi yang Tak Bisa Dipisahkan
Kisah ini juga menyoroti betapa nomor WhatsApp—yang sering dianggap sekadar deret angka—ternyata menjadi “jembatan” sosial yang vital. Bagi pesantren, nomor itu adalah sarana koordinasi, dakwah, dan layanan masyarakat. Kehilangannya sempat mengganggu aktivitas, tetapi proses pemulihannya justru memperkuat jaringan kebaikan antar individu yang terpisah ribuan kilometer.
Penutup: Kembali ke Fitrah Kemanusiaan
Dalam dunia yang semakin individualistik, kisah Gus Ali dan ibu dari Ambon mengingatkan kita bahwa kebaikan masih ada di mana-mana. Masih ada orang yang rela mengorbankan kepentingan pribadi untuk membantu tanpa pamrih. Masih ada ruang untuk percaya bahwa setiap masalah bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik dan hati yang lapang.
Sebagaimana pesan Gus Ali dalam statusnya: “Terima kasih orang-orang baik”. Ucapan itu bukan sekadar formalitas, melainkan pengakuan bahwa di balik layar ponsel dan deretan nomor, ada manusia-manusia yang siap menjadi malaikat tanpa sayap. Semoga kisah ini menginspirasi lebih banyak pihak untuk memilih prasangka baik, bahkan ketika teknologi kadang membuat kita ragu.
Ditulis dengan penuh syukur,
Pondok Pesantren Manba'ul Adhim,
Bagbogo, Tanjunganom, Nganjuk.
Posting Komentar untuk "Ketika Nomor WhatsApp Kyai Ali Menjadi Jembatan Kebaikan"