Pagi di Pondok Pesantren Manba’ul ’Adhim, Bagbogo, Tanjunganom, Nganjuk, terasa berbeda pada 27–29 Juni 2025. Puluhan santri dan santriwati berkumpul untuk mengikuti Diklat Pelatihan Guru Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) dengan metode An-Nahdliyah. Kegiatan yang digagas MABIN An Nadliyah Nganjuk ini bukan sekadar pelatihan biasa, melainkan upaya strategis memperkuat fondasi pendidikan Islam di Jawa Timur. Pesantren yang sejak 1960 menjadi pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah ini, kembali mengukuhkan perannya sebagai kawah candradimuka kaderisasi ulama .
Rangkaian Kegiatan dan Materi Pelatihan
Pelatihan intensif selama tiga hari ini dirancang untuk membekali calon guru TPQ dengan keterampilan mengajar Al-Qur’an yang sistematis. Materinya mencakup:
- Teknik Fonetik Al-Qur’an, Makharijul Huruf (titik artikulasi huruf) dan Silafatul Huruf (pengucapan konsonan) dipraktikkan secara langsung, merujuk pada prinsip ilmu tajwid yang rigor .
- Strategi Pengajaran Jilid 1–6: Modul berjenjang untuk memudahkan pembelajaran anak-anak, dari pengenalan huruf hingga tahap lanjut.
- Pengelolaan PSQ (Program Santri Al-Qur’an): Sistem evaluasi dan penjaminan mutu pendidikan.
Pemateri seperti K. Muh Bulkin, MA, dan H.M. Khoirudin SH, membawakan sesi interaktif dengan simulasi mengajar dan koreksi langsung. Pendekatan ini selaras dengan pelatihan guru TPQ serupa di pesantren dan sekolah lain, yang menekankan orientasi praktis .
Tujuan: Membangun Generasi Qur’ani yang Kompeten
Kiai Ali Barqul Abid, dalam sambutannya, menegaskan bahwa pelatihan ini adalah “investasi peradaban”. “Ilmu yang didapat hari ini akan menjadi bekal ketika para santri kembali ke masyarakat,” ujarnya . Pesan ini diamini Kiai Safaruddin (Gus Din), pengelola sekolah di pesantren tersebut, yang melihat momentum ini sebagai penyiapan guru-guru kompeten untuk lingkungan pesantren .
Secara struktural, pelatihan ini menjawab tiga kebutuhan krusial:
- Regenerasi Guru TPQ: Menciptakan tenaga pendidik yang menguasai metodologi baku seperti An-Nahdliyah, sebuah sistem yang telah teruji .
- Standarisasi Kurikulum: Menyeragamkan teknik baca Al-Qur’an untuk menghindari kesalahan turun-temurun.
- Ekspansi Jaringan Ulama: Memperluas pengaruh keilmuan pesantren ke daerah lain, mengingat Manba’ul ’Adhim menjadi rujukan santri dari Sumatra hingga Kalimantan .
Manfaat Jangka Panjang: Dari Pesantren ke Masyarakat
Pelatihan ini tidak berhenti pada transfer ilmu, tapi juga menciptakan efek domino:
- Penguatan Kapasitas Lokal Guru TPQ lulusan diklat dapat membuka kelas di desa-desa, mempercepat literasi Al-Qur’an di wilayah pelosok.
- Preservasi Metode Tradisional: An-Nahdliyah dipilih karena kompatibel dengan konteks keindonesiaan, menggabungkan pendekatan salaf (tradisional) dan modern .
- Sinergi Antar-Lembaga: MABIN An Nadliyah sebagai penyelenggara menunjukkan kolaborasi antar-pesantren untuk memitigasi krisis guru agama.
Refleksi: Mengapa Ini Penting?
Di tengah gempuran teknologi, pesantren seperti Manba’ul ’Adhim tetap memegang teguh tradisi ilmiah berbasis kitab dan sanad. Pelatihan ini mengingatkan kita bahwa sebelum anak-anak belajar coding, mereka perlu paham Al-Qur’an. Seperti dikatakan Kiai Safaruddin, “Modal utama guru bukan ijazah, tapi ilmu yang menyala” .
Diklat ini adalah miniatur dari kerja besar pesantren: mengikat ilmu dengan amal, lalu menaburnya ke masyarakat. Sebuah teladan bahwa di Nganjuk yang sepi gemerlap, para santri justru menyiapkan masa depan peradaban.
--- Babbogo)
Posting Komentar untuk "Membangun Fondasi Qurani: Pelatihan Guru TPQ Metode An-Nahdliyah di Pesantren Manba'ul Adhim Bagbogo Nganjuk"