Cahaya di Balik Mendung Hati: Menyibak Makna Tarekat di Masjid Thoriqul Huda, Ponorogo

Di tengah deru zaman yang kerap memupuk kegelisahan, banyak jiwa merindukan ketenangan sejati. Ketenangan yang bukan sekadar absennya masalah, tetapi pancaran cahaya yang mengisi relung hati. Di Masjid Thoriqul Huda, Gadel Sidorejo, Sukorejo, Ponorogo, sebuah tradisi spiritual mengajarkan bahwa cahaya Ilahi itu selalu ada, laksana matahari yang tak pernah padam. Namun, seringkali "mendung" tebal di hati kitalah yang menghalangi sinarnya masuk. Inilah inti perjalanan Tarekat Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah yang diamalkan di sini, dan atas bimbingan Al Mursyid Kiai Ali Barqul Abid.

Kiai Ali mengungkapkan, banyak yang memahami tarekat sekadar sebagai ritual dzikir berjamaah. Namun, sebagaimana diajarkan oleh para guru mursyid yang sanadnya tersambung hingga Nabi Muhammad SAW – melalui jalur agung Syekh Abdul Qodir al-Jailani dan Syekh Bahaudin Naqsyabandi, hingga para kiai seperti Imam Muhadi – tarekat adalah jalan (thariqah) menuju Allah. Jalan itu dimulai dengan pembersihan hati (tashfiyatul qulub) secara sungguh-sungguh.

Hati yang kotor, dipenuhi sifat-sifat rendah (sifat siang) seperti kecintaan berlebihan pada dunia (harta, pangkat, pujian), iri, dengki, sombong, dan remeh-temeh, bagaikan cermin yang tertutup debu tebal, jelas Kiai Ali . Nur Ilahi, cahaya ketuhanan, cahaya dzikir yang hakiki, tak akan mampu menembusnya. Inilah akar kegelisahan (cemas) dan ketiadaan ketenangan batin yang banyak dirasakan. Cahaya Allah terhalang, hati tak tersinari.

Membersihkan hati dari "najis batin" ini bukanlah pekerjaan ringan atau bisa dilakukan sembarangan. Ibarat membersihkan tubuh dari najis yang hukumnya wajib, membersihkan hati dari sifat-sifat yang dibenci Allah pun adalah kewajiban bagi setiap muslim yang ingin mendekat kepada-Nya. Proses pembersihan ini, dalam tarekat, memerlukan bimbingan seorang guru mursyid yang benar-benar tersambung sanadnya (silsilah keilmuan dan spiritual) hingga Rasulullah SAW dan Allah SWT. Mursyid ibarat pemandu yang tahu medan berbahaya dan perangkap halus di jalan menuju Allah, termasuk dalam mengenali dan membersihkan kotoran hati yang tersembunyi.

Setelah hati dibersihkan, ia tak boleh dibiarkan kosong. Ruang yang telah bersih itu harus diisi dan dihiasi dengan kebaikan– sifat-sifat terpuji (akhlakul karimah). Proses pembersihan (takhalli) diikuti oleh proses menghiasi (tahalli). Inilah transformasi nyata dalam tarekat. Sifat syirik yang samar akan luruh, digantikan tauhid yang murni. Sifat sombong dan suka meremehkan akan digeser oleh sifat tawaduk (rendah hati). Hati yang sebelumnya gelap dan gelisah, perlahan akan mengalami tajalli (penyingkapan/pencerahan) menerima pancaran Nur Ilahi.

Menurut Kiai Ali, di sinilah Mahabah, cinta sejati kepada Allah, mulai bersemi. Cinta ini takkan mungkin tumbuh subur di hati yang masih terbelenggu kecintaan duniawi yang berlebihan. Hati yang dipenuhi urusan dunia tak punya ruang bagi kecintaan kepada Sang Pencipta. Tarekat membuka ruang itu. Cahaya dzikir yang terus dipancarkan laksana matahari, yang meski tak pernah berhenti bersinar, baru bisa menghangatkan bumi saat mendung di langit tersibak. Begitupun cahaya Allah, selalu siap menyinari, menunggu hati kita bersih untuk menerimanya.

Pelajaran berharga inilah yang diwariskan oleh Tarekat Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Masjid Thoriqul Huda. Sebuah ajaran yang menekankan bukan hanya ritual, tetapi transformasi batin yang mendalam melalui pembersihan hati di bawah bimbingan mursyid yang sanadnya terjaga. Ajaran yang mengingatkan kita bahwa pikiran negatif dan sifat buruk adalah "mendung" yang menyakiti diri sendiri, menghalangi ketenangan sejati.

Di tengah hingar-bingar dunia, Masjid Thoriqul Huda di Gadel Sidorejo menawarkan sebuah jalan: Thariqul Huda, jalan petunjuk. Jalan untuk menyibak mendung di hati, membersihkan cermin batin, agar cahaya Ilahi yang selalu ada dapat memancar terang, mengusir kegelisahan, dan menumbuhkan mahabah serta ketenangan hakiki. Sebab, ketenangan sejati lahir ketika hati tersinari cahaya Tuhannya.

Posting Komentar untuk "Cahaya di Balik Mendung Hati: Menyibak Makna Tarekat di Masjid Thoriqul Huda, Ponorogo"