Kiai Ali: Mencuci Hati di Luar Lebaran, Merawat Kebersihan Jiwa untuk Kedamaian Abadi

Lebaran mungkin telah usai, tetapi pesan tentang permintaan maaf dan perbaikan diri tetap relevan sepanjang waktu. Seperti disampaikan Sugeng Riyadin, permohonan maaf setelah Idul Fitri bukan sekadar ritual, melainkan pintu untuk memperkuat tali persaudaraan dan introspeksi. Lebih dari itu, momen ini mengingatkan kita bahwa membersihkan hati dari "sampah-sampah jiwa" harus menjadi praktik harian, bukan hanya saat Ramadan atau Lebaran, jelas Kiai Ali.

Dalam tausiyahnya saat baiatan Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah di Masjid Al Husna Tanjungrejo Kebonsari Madiun, Kiai Ali Barqul Abid mengingatkan bahwa hati manusia kerap terhalang dari cahaya Ilahi oleh sifat-sifat tercela: ujub (bangga diri), takabur (sombong), dengki, dendam, hingga bakil (kikir).  Diggambarkannya bagai "penghalang di hati" yang membuat jiwa gelap, resah, dan jauh dari ketentraman. Sifat-sifat ini menghalangi manusia dari merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, memicu kecemasan, dan merusak harmoni sosial.  

Lantas, bagaimana membersihkannya? Kiai Ali menekankan dua konsep: tarkhiyah (pembersihan) dan tajliyah (penghiasan). Tarkhiyah tidak cukup hanya dengan dzikir, meski itu penting. Ia harus dibarengi dengan upaya aktif mengikis sifat buruk melalui refleksi, meminta maaf, dan memperbaiki diri. Sementara tajliyah adalah menghiasi hati dengan sifat terpuji: ikhlas, pemaaf, welas asih, dan selalu berpikir positif. Hanya dengan kombinasi keduanya, hati akan "ayem tentrem", damai, dan siap menerima hidayah.  

Kiai Ali juga mengingatkan bahwa jalan ini tidak instan. Butuh ketelatenan dan istikamah (konsistensi). Apapun ujian hidup—dihina, dimusuhi, atau dihadapkan pada kesulitan—seseorang harus tetap teguh pada jalan Allah. Tujuannya bukan hanya ketenangan duniawi, melainkan persiapan menuju husnul khatimah: mengakhiri hidup dalam keadaan bertauhid, dengan hati yang bahagia karena kembali kepada-Nya.  

Pesan ini relevan di era modern, di mana banyak orang mencari solusi instan untuk masalah spiritual. Meditasi, self-help, atau ritual cepat saji mungkin menawarkan ketenangan sementara, tetapi kedamaian abadi hanya lahir dari komitmen membersihkan hati setiap hari. Seperti kata Kiai Ali, "Hati adalah cermin. Jika debu kekotoran menempel, ia tak akan mampu memantulkan cahaya Ilahi."  

Mari menjadikan Lebaran yang telah berlalu sebagai momentum untuk terus memperbarui niat: membersihkan hati dari dendam, mengubah kesombongan menjadi kerendahan hati, dan menukar kecemasan dengan kepercayaan bahwa setiap langkah di jalan-Nya akan berbuah damai. Sebab, kematian yang baik (husnul khatimah) tidak diraih dengan keberuntungan, tetapi dengan kebiasaan menata hati selagi hidup.  

Akhir kata, seperti diajarkan Kiai Ali: "Bersihkan hati, maka langkahmu akan terang. Hiasi jiwa, maka hidupmu akan menjadi berkah." 

---  Tanjungrejo Kebonsari Madiun 

Posting Komentar untuk "Kiai Ali: Mencuci Hati di Luar Lebaran, Merawat Kebersihan Jiwa untuk Kedamaian Abadi"