Kyai Ali Barqul Abid; Mengapa Kita Sering Membandingkan Diri dengan Orang Lain?

Kyai Ali Barqul Abid, Baiatan TQN-A Masjid At Takwa Ngunut Ponorogo

Dalam bai'at Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah an Nadliyah di Masjid At Takwa Ngunut Babadan Ponorogo, Kyai Ali Barqul Abid mengingatkan satu kebenaran sederhana namun sering terlupa: pangkat, jabatan, atau harta tidak menjamin kebahagiaan batiniah. Justru ketenangan hati dan kebahagiaan sejati diperoleh dari kedekatan dengan Allah melalui ibadah dan dzikir.  

Namun, manusia, (termasuk kita) ---sering terjebak dalam lingkaran perbandingan sosial. Kita mengukur kebahagiaan dari seberapa tinggi jabatan orang lain, seberapa mewah rumah tetangga, atau seberapa "ideal" pernikahan kerabat dibandingkan dengan hidup kita. Tanpa disadari, kebiasaan ini bukan hanya meracuni pikiran, tetapi juga mengandung unsur penghinaan terhadap ketetapan Allah. Mengapa?  

Menyangsikan Keadilan Ilahi, Ketika kita iri atau kecewa melihat keberhasilan orang lain, secara implisit kita meragukan kebijakan Allah dalam membagi rezeki. Padahal, dalam Surah Hud ayat 6, Allah berfirman: "Tidak ada satu makhluk melatapun yang bergerak di bumi kecuali rezekinya telah dijamin Allah." Setiap manusia diberi sesuai dengan takaran dan ujian yang hanya diketahui oleh-Nya. Membandingkan hidup dengan orang lain berarti mengabaikan rencana Allah yang unik untuk setiap hamba.  

Memperbudak Diri pada Materi, Kyai Ali Barqul Abid menegaskan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada ketenangan spiritual, bukan akumulasi materi. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Kaya bukanlah karena banyaknya harta, tetapi kaya adalah kayanya jiwa"(HR. Bukhari-Muslim). Sayangnya, budaya modern mengajarkan kita untuk mengagungkan simbol-simbol duniawi—seperti gaji, gelar, atau ketenaran —sebagai tolok ukur kebahagiaan. Akibatnya, kita terus merasa kurang dan lupa mensyukuri nikmat yang sudah ada.  


Lupa akan Tujuan Hidup. Dalam Thoriqoh Qodriyah wa Naqsyabandiyah, dzikir dan pendekatan kepada Allah adalah jalan untuk menyadari bahwa hidup adalah perjalanan pulang kepada-Nya. Setiap detik seharusnya diisi dengan upaya mengingat Sang Pencipta, bukan mengukur diri dengan ciptaan-Nya yang lain. Seperti air yang tenang karena dekat dengan sumbernya, hati yang selalu terhubung dengan Allah akan menemukan ketenangan yang tak tergoyahkan oleh dinamika dunia.  

Kembali ke Diri, Kembali ke Allah. Kebiasaan membandingkan diri adalah penyakit hati yang hanya bisa diobati dengan tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa). Kyai Ali Barqul Abid mengajak kita untuk beralih dari "memandang ke luar" menjadi "menengok ke dalam"—memperbaiki hubungan dengan Allah, memperbanyak syukur, dan meyakini bahwa setiap takdir adalah yang terbaik untuk kita.  

Mungkin inilah saatnya kita berhenti bertanya, "Mengapa hidupku tidak seperti mereka?" dan mulai bertafakur: "Apa yang Allah ingin ajarkan melalui keadaanku yang sekarang?" Sebab, kebahagiaan bukanlah tentang memiliki apa yang diinginkan, tetapi tentang menginginkan apa yang sudah dimiliki—dengan penuh kesadaran bahwa Allah Maha Tahu apa yang kita butuhkan.  

--Baiatan TQN-A Ngunut Babadan Ponorogo)

Posting Komentar untuk "Kyai Ali Barqul Abid; Mengapa Kita Sering Membandingkan Diri dengan Orang Lain?"